Surat Terbuka untuk Ibu dan Bapak.

Halo ibu dan bapak,
Gimana surga? Menyenangkan tidak?
Kalian sudah bersama kan?

Sejujurnya, kepalaku sedang berisik sekarang. Terlalu banyak kata yang ingin aku ungkapkan kepada ibu dan bapak. Tentang kepergian kalian, tentang kehidupan yang sedang aku jalani setelah kalian tiada dan masih banyak lagi.

Bu, pak,
Kalau aku tahu kalian dengan cepat meninggalkan aku—seperti saat ini, aku pasti akan lebih menikmati waktu bersama dengan ibu dan bapak. Akan aku rekam dan simpan dengan baik-baik setiap momen yang sudah kita lewati bersama, dari sewaktu aku kecil sampai saat ini. 

Aku merasa belum cukup dan akan terus merasa begitu. Hidup dengan ibu selama 25 tahun dan hidup dengan bapak selama 27 tahun tidaklah cukup untuk aku. Banyak hal yang masih ingin aku coba dengan kalian, aku masih ingin berpergian dengan kalian, menikmati masa mudaku dengan kalian. Lalu, ketika kalian sudah tiada, untuk apa ada aku sekarang?

Aku kangen masakan yang ibu masak, bapak dulu juga begitu. Bapak juga dulu diam-diam masih suka merindukan ibu. Ibu juga pasti begitu kan?

Setiap jalanan yang aku tempuh, bayang-bayang ibu dan bapak selalu menyertaiku. Bahkan momen sebelum kalian meninggalkan aku juga terekam dengan sangat jelas di kepalaku dan membuatku menjadi semakin merasa bersalah.

Bu, pak,
Aku memang bukan anak yang baik dan patuh. 

Ibu masih ingat kan ketika ibu memarahiku habis-habisan karena aku pulang terlalu larut malam sampai ibu harus merasakan sesak yang begitu menyakitkan itu? Percayalah bu, moment itu akan selalu hadir dan menemaniku sampai aku mati.

Bapak masih ingat ketika aku suka bangun siang ketika berangkat kerja? Bapak yang selalu mengomel karena aku harus buru-buru dan pada akhirnya aku enggak masak? Percayalah pak, moment itu juga akan selalu hadir dan menemaniku sampai aku mati.

Banyak penyesalan-penyesalan yang hadir ketika Ibu dan Bapak pergi. Ya, aku merasa bahwa kepergian Ibu dan Bapak adalah kesalahanku. Andai saja aku tidak memberikan cokelat kesukaan ibu, pasti ibu tidak akan meninggalkan aku. Andai saja aku tidak takut untuk segera membawa Bapak ke Rumah Sakit dengan alasan takut tidak diterima padahal kondisi Bapak sudah mulai parah, pasti Bapak masih tetap disini bersamaku.

Bu, pak, dadaku rasanya sesak. Aku merasa sulit untuk bernapas sekarang, seperti ada yang menekan leherku secara kuat-kuat. Kalau aku tidak bisa bertahan, bagaimana?

Bu, pak,
Ketika aku bangun tidur, mandi, berangkat kerja, ke pasar atau bahkan sekedar mengelilingi kota dan bahkan ketika aku ingin tidur pun juga bagaikan siksaan untukku. 

Didalam kepalaku selalu terputar adegan-adegan dimana ada ibu dan bapak. Ibu dan bapak yang tertawa, ibu yang mengomel, bapak yang ngedumel, ibu yang menemaniku menangis karena lelah bekerja, bapak yang memasak nasi goreng, dan semua hal yang berhubungan dengan kalian berdua.

Terkadang aku sampai membenci isi kepalaku bahkan diriku sendiri. Mungkin benturan akan sedikit mengurangi siksaan pada kepalaku, tapi tidak dengan hatiku.

Bu, pak,
Sering-sering datang ke mimpiku, ya? Aku takut nanti aku tiba-tiba hilang ingatan dan seketika lupa bagaimana wajah cantik dan tampan milik ibu dan bapak.

Bu, pak,
Akan aku bawa rasa sesak, rasa sepi, rasa sedih dan rasa penyesalan ini sampai aku benar-benar mati.

Rindu ini akan terus mengalir sampai nafasku habis, bu, pak.
Aku sangat mencitai kalian berdua melebihi apapun yang aku miliki hari ini, esok dan di masa depan nanti.


With love,

Anak kecilmu.

Komentar

Postingan Populer